JAKARTA - Penyadapan telepon para pemimpin negara oleh intelijen negara manapun merupakan hal yang normal. Oleh sebab itu mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Abdullah Mahmud Hendropriyono menilai protes yang dilakukan Presiden SBY terhadap Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, merupakan sesuatu yang berlebihan.
Diwawancarai Michael Bachelard, koresponden The Sydney Morning Herald di Jakarta, sehari setelah protes diplomatik Indonesia dilayangkan, mantan Panglima Kodam Jayakarta itu mengaku intelijen Indonesia juga melakukan penyadapan terhadap para pemimpin Australia. Dan penyadapan itu secara eksplisit sudah disampaikan secara langsung terlebih dahulu kepada mitra intelejen Australia.
Jadi, kata Hendropriyono, Australia tahu apa yang dilakukan intelejen Indonesia. Wawancara mantan Kepala BIN itu disiarkan Kamis (21/11) dan di website media Australia, video rekaman tentang petikan wawancaran, ikut diunggah.
Hendro tidak menjelaskan apakah kebijakan penyadapan terhadap pemimpin Australia masih diteruskan penggantinya. Sebab jabatan Kepala BIN yang dipegangnya, berakhir Oktober 2004 bersamaan dengan berakhirnya masa tugas Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden RI. Pengganti Hendro sampai 2013 sudah 3 orang yakni Syamsir Siregar, Sutanto dan Marciano Norman.
Selain mengeritik langkah yang ditempuh Presiden SBY, pernyataan Hendropriyono menurut media Australia tidak sejalan dengan pernyataan Menlu Marty Natalegawa. Marty membantah kalau Indonesia juga memata-matai Australia. Marty beralasan, tindakan itu ilegal.
Terhadap reaksi yang bermunculan, Hendro khawatir akibat dari protes tersebut, hubungan Indonesia-Australia memburuk. Karena menurutnya masih banyak hal yang lebih penting yang bisa dipetik dari kerja sama kedua negara ketimbang soal penyadapan tersebut.
Hendro bahkan menyebut intelijen Indonesia lebih pintar daripada intelijen Australia. Alasannya hasil operasi intelijen Indonesia, tidak pernah diungkap atau tidak ada yang tahu apa yang dikerjakan intel Indonesia. Australia justru diungkap kepada publik.
The Sydney Morning Herald mencatat di mata publik Australia, Hendropriyono merupakan sosok yang cukup dikenal. Terkait dengan wawancaranya dengan salah satu TV Australia, dimana ia mengaku melakukan penyadapan percakapan para politikus Australia.
Pernyataan Hendropriyono 9 tahun lalu itulah yang dijadikan alasan oleh para pendukung Tony Abbott dan para pendukungnya. Abbott bersikeras, pihak lain juga melakukan penyadapan terhadap Australia tanpa menyebut Indonesia. Oleh pendukungnya Perdana Menteri itu diminta mempertahankan sikap yang sudah dia ambil terhadap Indonesia. Lagi pula penyadapan itu terjadi 2007-2009 saat Australia dipimpin Kevin Rudd dan Julia Gillard sementara Tony Abbott merupakan pemimpin oposisi.
Hendro sendiri, atas dasar wawancaranya 2004 itu menilai penyadapan terhadap percakapan Presiden SBY dan Ibu Negara Ani Yudhoyono: "for intelligence, it's normal". Hendro menambahkan, semua pihak bersaing untuk hidup. Untuk itu semua harus bersaing dengan banyak pesaing ... jadi kita harus mengumpulkan informasi sebanyak mungkin, katanya
Ditanya apakah intelijen Indonesia mampu menyadap percakapan Tony Abbott, Hendro menjawab; "Kami memiliki kemampuan untuk menyadap sekaligus counter terhadap penyadapan. Tapi sebaliknya dia juga percaya hal yang serupa dilakukan oleh intelijen Australia.
Penyadapan dan penyadapan balik, menurut Hendro merupakan kehidupan yang biasa dalam dunia intelijen. Karena hal tersebut merupakan pekerjaan utama para intelijen. Sementara penyadapan di setiap kedutaan di seluruh dunia oleh negara tuan rumah merupakan bagian pekerjaan standar dari para intel.
sumber:http://www.waspada.co.id/